Rakyat Pohuwato Menjerit, Tambang Rakyat Dilarang, Sawah Dikeringkan

WARTANESIA – Menangis bukan solusi, menjerit tak didengar penguasa, pilihan satu-satunya adalah tetap survive di tengah kondisi Pohuwato saat ini. Demikian ungkapan yang digambarkan masayarakat Pohuwato sekarang.

Menjual botol bekas hasil pulung di jalanan adalah cara lain Rahman selain jadi pembantu tukang bangunan, demi mencukupi kebutuhan sehari-hari untuk keluarganya

Rahman merupakan warga Desa Buntulia Tengah, Kecamatan Buntulia. Dia telah puluhan tahun menggantungkan hidup di wilayah pertambangan emas yang berada di Desa Hulawa, Kecamatan Buntulia. Rahman merupakan 1 dari ribuan penambang di wilayah itu, yang kini tak lagi bisa menambang.

“Sejak masuknya perusahaan tambang ini, kami sudah tidak bisa lagi bekerja (menambang). Katanya itu kawasan perusahaan yang memiliki izin, sementara kami illegal, begitu katanya,” ungkap Rahman ditemuai di rumahnya, Minggu (1/10/2023).

Rahman tidak menyerah begitu saja. Ayah 4 anak ini putar otak demi bisa mendapatkan uang. Apa lagi, 2 anaknya kini sedang duduk di bangku kuliah. Menjual botol bekas adalah pilihan lain yang bisa dilakukannya.

“Mau kerja apa lagi pak. Sekolah SD saja saya tidak sampai tamat. Tidak ada pekerjaan lain yang saya lakukan selain menambang. Tapi, sejak kami dilarang menambang, saya coba ikut teman kerja di sawah. Tapi sekarang ini sawah dikeringkan pemerintah karena pekerjaan irigasi,” Urainya.

“Sekarang saya jual-jual botol bekas yang saya kumpul di jalan. Alhamdulillah cukup untuk beli seliter beras. Saya bisa dapat sedikit lebih (uang) kalau ada yang panggil kerja bangunan jadi, kernet (pembantu) tukang. Belum lagi anak saya sekarang masih ada Dua orang yang kuliah,” tuturnya.

Sejak dimulainya pekerjaan infrastruktur perusahaan emas Pani Gold Project atau PGP (PT Pets, GSM, PBT, MAP) pada pertengahan tahun 2022, aktivitas pertambangan rakyat di Kawasan Desa Hulawa yang dilakukan Rahman dan penambang lainnya mulai dibatasi dengan alasan masuk di wilayah konsesi (100 Hektar) perusahaan.

Kondisi masyarakat lainnya semakin sulit manakala ribuan hektar sawah di 3 Kecamatan (Buntulia, Marisa dan Duhiadaa) tidak bisa ditanami. Ini karena adanya pekerjaan irigasi Bendung Taluduyunu yang dikerjakan Pemprov Gorontalo sejak awal Juni 2023. Kini ribuan hektar sawah yang ada, kering tanpa air.

“Sekarang ini ibaratnya, mau menangis siapa yang peduli, menjerit pun siapa mau dengar. Saya hanya bisa berharap, aktivitas tambang rakyat jangan ditutup atau dilarang. Kondisi kami (rakyat) sedang susah. Cari duit susah, semua serba beli dan mahal. Kalau  bisa pengerjaan irigasi dipercepat agar kami bisa kerja lain misal di sawah juga. Semoga pemerintah bisa mencarikan solusi terbaik buat kami,” pinta Rahman. (Lan)