Rakor Dewan Pers, Polri dan KPU : Jelang Pemilu Berita Hoax Naik 60%

WARTANESIA – Dewan Pers mengadakan rapat koordinasi dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Selasa (10/1/23). 

Menurut Ketua Komisi Hubungan Antarlembaga dan Luar Negeri Dewan Pers, Totok Suryanto,  rapat koordinasi ini dimaksudkan untuk melakukan kerja sama dalam pengawasan, pemantauan, pemberitaan, dan penayangan informasi/iklan terkait dengan pelaksanaan Pemilu 2024.

“Kami masih akan bertemu lagi beberapa kali untuk membuat kesepakatan bersama atau kerja sama,” kata Totok. 

Dalam acara yang dibuka Plt Ketua Dewan Pers, M Agung Dharmajaya tersebut, Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Dedy Prasetyo, mengingatkan bahwa berita hoaks terkait Pemilu merupakan salah satu yang perlu mendapat perhatian semua pihak.

“Hasil kajian Pemerintah pada Pemilu lalu, informasi hoaks meningkat sekitar 60% saat menjelang Pemilu. Isunya macam-macam. Soal daftar pemilih tetap (DPT) yang muncul beberapa versi, lalu KTP seseorang bertebaran di mana-mana,” papar Dedy. 

Untuk itu, Polri akan menginisiasi diskusi kelompok terarah (FGD) dalam waktu dekat. FGD ini akan melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan pelaksanaan dan pemberitaan pemilu. 

Tentang ancaman hoaks ini anggota Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro, mengingatkan bahwa aparat harus mengantisipasi pelbagai bentuk atau cara untuk menyebar informasi hoaks di media sosial.

Wakil Ketua KPI, Mulyo Hadi Purnomo, Kepala Biro Fasilitas Bawaslu, Asmin Safari Lubis, dan anggota Dewan Pers, Yadi Hendriana, sama-sama mengakui bahwa sangat sulit untuk mengatur media sosial.

Padahal, media sosial merupakan yang paling banyak menyebarkan hoaks. Mulyo berpesan supaya media lebih hati-hati dan semakin memahami dampak yang timbul akibat informasi hoaks. 

Secara khusus anggota Dewan Pers, Ninik Rahayu, berharap dalam setiap proses pembuatan aturan terkait pelaksanaan dan pemberitaan pemilu bisa melibatkan Dewan Pers.

“Kami tidak punya kewenangan untuk membuat aturan. Tetapi jika dilibatkan, kami bisa memahami substansinya sehingga memudahkan untuk melakukan pemantauan potensi pelanggaran pada aspek pemberitaan,” pungkasnya. (rik)