WARTANESIA – Kekecewaan memuncak di kalangan masyarakat penambang emas di Desa Hulawa, Kecamatan Buntulia, Kabupaten Pohuwato.
Mereka menuding perusahaan Pani Gold Project (PGP) telah melakukan penipuan dan perusakan paksa terhadap kamp-kamp yang telah mereka bangun jauh sebelum perusahaan tambang itu beroperasi di area tersebut. Aksi perusakan paksa ini dilaporkan terjadi pada Sabtu (4/10/2025).
Salah satu korban yang merasakan kerugian adalah Nurdin Batiti dan Abubakar Batiti. Kamp milik mereka di wilayah Ilota dirusak tanpa adanya pemberitahuan resmi. Bahkan, keduanya merasa dibohongi mentah-mentah oleh pihak perusahaan.
Menurut keterangan Batiti bersaudara, tindakan pembongkaran paksa ini tidak hanya menargetkan kamp mereka, tetapi juga merusak sejumlah lokasi tambang lain milik masyarakat di sekitaran Ilota. Yang sangat disayangkan, pembongkaran dilakukan tanpa ada koordinasi atau pemberitahuan kepada para pemilik lokasi.
Warga Merasa Tertipu Alasan Peledakan
Ditemui pada Sabtu malam, Nurdin Batiti menjelaskan kronologi kejadian yang memicu kemarahan warga. Peristiwa ini bermula pada 28 September 2025, ketika para penambang menerima informasi dari pihak PGP untuk menghentikan sementara aktivitas pertambangan.
“Alasannya, perusahaan akan melakukan peledakan atau pemboman pada 1 Oktober 2025 sebagai bagian dari kegiatan operasional mereka di wilayah konsesi PGP. Pihak perusahaan menyebutkan bahwa penghentian aktivitas dilakukan untuk menjaga keselamatan para penambang, mengingat risiko dari pemboman di area pegunungan,” ujar Nurdin dengan nada menahan kesedihan.
Berpegangan pada alasan keselamatan tersebut, para penambang lokal, termasuk Nurdin dan Abubakar, menaati instruksi dan menghentikan sementara aktivitas mereka.
Namun, kecurigaan muncul ketika para penambang, termasuk Nurdin dan saudaranya, kembali ke lokasi pada tanggal 1 Oktober untuk memastikan apakah pengeboman benar-benar telah dilakukan. Alih-alih menemukan bekas peledakan, mereka justru menjumpai kamp-kamp mereka telah rata dengan tanah dan dirusak. Nurdin bahkan menyaksikan langsung alat berat meratakan pondok yang selama ini ia tinggali.
Pembongkaran Tanpa Ganti Rugi
Ketika mencoba mendekat dan memprotes, Nurdin mengaku dihadang. “Saya langsung dihadang, ada salah satu anggota polisi sambil mengokang senjata bilang, ‘jangan melawan’, saya tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah, Pak,” ungkapnya getir.
“Kami tidak masalah, Pak, jika dibongkar kalau lokasi kami sudah dibayar. Tapi sampai sekarang tidak jelas. Sementara ada lokasi lain yang sudah dibayar bahkan sampai Rp1 miliar, kenapa kami diperlakukan seperti ini,” sambungnya menjelaskan ketidakadilan yang mereka rasakan.
Datangi Perusahaan, Berujung Kekecewaan
Insiden perusakan kamp dan ganti rugi yang tak kunjung jelas sontak memicu kemarahan warga penambang. Mereka pun berbondong-bondong mendatangi perusahaan pada Sabtu (4/10/2025) malam.
Kedatangan puluhan penambang ini bertujuan mencari tahu alasan perusahaan melakukan pembongkaran kamp sebelum adanya proses pembayaran ganti rugi yang disepakati. Sayangnya, upaya mereka berujung pada kekecewaan.
“Kami tadi ke Pioner tapi tidak mendapatkan kepastian. Kami tidak bertemu satu pun pimpinan perusahaan,” urai Nurdin.
Bersama puluhan penambang lain, Nurdin Batiti dan Abubakar Batiti menyampaikan keberatan atas tindakan PGP yang dinilai telah merusak harta benda mereka tanpa proses hukum, tanpa musyawarah, dan tanpa kejelasan status ganti rugi lokasi.
“Kami masyarakat kecil, Pak, jika terus ditindas dan kami diperlakukan tidak manusiawi seperti ini, maka hanya ada satu kata, lawan. Kami siap jika harus menghunuskan bambu runcing,” tegas Nurdin.
Hingga berita ini diterbitkan, upaya konfirmasi kepada pihak External Affairs PT. PETS, Kurniawan Siswoko, belum memberikan jawaban. Pihak perusahaan belum memberikan tanggapan resmi terkait insiden perusakan kamp masyarakat penambang Hulawa ini.












