WARTANESIA – Dunia kesehatan Kabupaten Pohuwato dikejutkan dengan laporan kasus kematian bayi baru lahir (neonatus) di Kecamatan Patlinggio, dalam kurun waktu Januari hingga September 2025. Kasus tersebut diduga tidak tertangani secara optimal oleh tenaga kesehatan, khususnya bidan desa.
Kepala Puskesmas Patilanggio, Jefri Manopo, membenarkan informasi tersebut. Dalam keterangannya, Jefri menyebutkan bahwa dari total 10 kasus kematian bayi yang tercatat sejak Januari hingga September 2025, sebanyak tujuh di antaranya terjadi di RSUD Bumi Panua Pohuwato, sementara tiga kasus lainnya merupakan kematian neonatus.
“Iya benar, Pak. Tapi itu kejadiannya dari Januari sampai September 2025. Tujuh meninggal di rumah sakit, tiga lainnya adalah neonatus,” jelas Jefri saat dikonfirmasi, Senin (29/09/2025).
Ketika ditanya terkait keberadaan tenaga bidan desa, Jefri mengakui bahwa tenaga kesehatan tersebut sudah tersedia di desa-desa.
Namun, menurutnya, koordinasi lintas sektor masih menjadi tantangan utama dalam upaya meningkatkan layanan kesehatan ibu dan anak.
“Makanya saya buka ini di lintas sektor bersama para kepala desa. Ke depan, kita harus tingkatkan koordinasi agar bidan desa dan kader kesehatan bisa lebih sigap dalam menangani ibu hamil,” ujarnya.
Jefri menekankan pentingnya rujukan cepat kepada dokter spesialis, terutama bagi ibu hamil dengan kondisi yang dianggap berisiko.
Hal ini, menurutnya, sangat penting untuk menekan potensi komplikasi saat persalinan.
Lebih jauh Jefri mengatakan, dari hasil evaluasi internal, ditemukan bahwa minimnya keterbukaan terkait kondisi pasien menjadi salah satu penyebab utama keterlambatan penanganan medis.
“Saya anggap ini seperti kecolongan. Seharusnya kondisi pasien dikawal dengan baik sejak awal, dan jika perlu, dirujuk ke dokter spesialis,” ungkapnya.
Koordinasi antara bidan desa dan dokter umum di puskesmas, lanjut Jefri, sangat krusial agar penanganan kehamilan bisa dilakukan secara menyeluruh dan tepat waktu.
Menanggapi kritik terhadap peran bidan desa, Jefri menjelaskan bahwa persoalan ini tidak bisa sepenuhnya disalahkan kepada satu pihak.
Kata dia, ada faktor lain yang ikut berkontribusi terhadap lambatnya penanganan, termasuk pola pikir masyarakat yang masih menggantungkan persalinan kepada dukun beranak.
“Mungkin karena pemeriksaan dianggap normal, jadi tidak ada rujukan. Tapi saat melahirkan, tiba-tiba terjadi komplikasi. Selain itu, masih banyak masyarakat yang memilih dukun beranak. Ketika kondisi sudah gawat, baru dibawa ke puskesmas atau rumah sakit,” jelasnya.
Jefri berharap, ke depan seluruh proses kehamilan, terutama pada kasus berisiko tinggi, dapat dikawal dengan lebih baik.
Ia juga menegaskan bahwa semua kasus kematian bayi tersebut seharusnya bisa diminimalisir jika koordinasi antar lini berjalan optimal dan informasi medis tersampaikan dengan jelas sejak awal.













