Penulis : Anisa Ibrahim (Aktivis Muslimah Gorontalo)
Pengangguran merupakan masalah yang masih menjadi PR yang tidak kunjung terselesaikan. Tingginya angka pengangguran di indonesia mencapai 5,2% tertinggi dibandingkan enam negara lain di Asia Tenggara (Asean), menurut IMF pada word ekonomic outlook April 2024 menyatakan posisi ini tidak banyak berubah dari tahun lalu.
Angka 5,2% ini tertinggi dibandingkan enam negara lain di Asia Tenggara.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia mencapai hampir 7,2 juta orang pada Februari 2024.
Angka pengangguran di gorontalo pun mengalami kenaikan. Jumlah pengangguran di kabupaten gorontalo per agustus 2023 mencapai 5.529 orang. Padahal tahun sebelumnya sebanyak 3.688 orang.
Angka pengangguran yang tinggi ini merupakan pertanda bahwasanya minimnya lapangan pekerjaan di indonesia. Jumlah lapangan pekerjaan tidak berbanding lurus dengan orang yang ingin mencari pekerjaan. Sehingga harus ada upaya lebih dari negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyat Indonesia untuk mencegah membengkaknya angka pengangguran.
Hal ini dikarenakan lapangan kerja merupakan hal yang sangat penting bagi setiap masyarakat untuk memenuhi setiap kebutuhannya. Jika tidak ada lapangan pekerjaan, maka individunya tidak bekerja dan tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Ini tentu menyebabkan angka kemiskinan makin tinggi.
Menurut Bank Dunia, angka kemiskinan Indonesia per 2022 saja mencapai 44 juta jiwa. Seiring berjalannya waktu, angka tersebut sangat mungkin mengalami penambahan. Sehingga, harus ada upaya serius oleh negara untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang mampu menampung jumlah pekerja yang tiap tahunnya makin tinggi. Negaralah yang bertugas membuka lapangan kerja agar individu rakyat dapat memenuhi kebutuhannya.
Salah satu penyebab maraknya pengangguran adalah lemahnya negara dalam mempersiapkan SDM andal dan bermutu, pengadaan alat berat berteknologi tinggi bagi dunia industri, maupun sejumlah kebijakan yang tidak berpihak pada produsen dalam negeri.
SDM dalam negeri dipaksa untuk berkompetisi dengan SDM lintas negara, Bahkan, banyak di antara angkatan kerja lulusan SMK/PT tidak terserap dunia kerja. sayangnya, di saat yang bersamaan negeri ini justru mengimpor banyak tenaga kerja asing.
Hal itu adalah akibat dari kebijakan pengelolaan aset-aset negara yang tidak berpihak pada rakyat. sebagai contoh, dalam pengelolaan SDA harusnya negara melakukannya secara mandiri dan menyerap tenaga kerja dalam negeri yang lebih banyak.
Namun realitasnya, pengelolaan SDA—baik dari sisi eksplorasi maupun eksploitasinya—senantiasa diintervensi negara lain. Tenaga kerjanya pun banyak dari luar. Lapangan kerja di dalam negeri yang terlalu kompetitif, membuat banyak individu memilih untuk merantau atau menjadi tenaga kerja di negeri orang. Ini jelas tidak bisa dianggap remeh.
Inilah realita pahit yang harus ditelan oleh rakyat indonesia. Negeri yang kaya akan sumber daya alam, bahkan sampai ada istilah “orang bilang tanah kita tanah surga”. Karena saking kayanya indonesia.
Tapi, apakah kita bisa menikmati kekayaan negeri kita tercinta ini? Tentu tidak. Karena SDA yang melimpah itu lebih banyak dikelola oleh negara lain. Walaupun sudah banyak upaya yang dilakukan oleh negeri kita untuk menurunkan angka pengangguran, tapi tetap belum membuahkan hasil yang signifikan. Padahal di dalam islam, sudah punya aturan yang sempurna untuk mengatasi masalah tersebut.
Islam mewajibkan negara mengurus rakyat dengan pengurusan yang sempurna.
Pertama, salah satu mekanisme untuk memenuhi kebutuhan adalah dengan bekerja. Dengan begitu, negara berperan penting untuk membuka lapangan kerja, terutama bagi para ayah/wali yang mengemban kewajiban dari Allah Swt. untuk mencari nafkah.
Pada tataran ini, negara juga akan mengedukasi dan memotivasi para ayah/wali itu untuk memaksimalkan upaya dalam memenuhi kewajiban atas nafkah tersebut. Jadi jelas, penyelesaian benang kusut ketenagakerjaan pada dasarnya bertumpu pada upaya pemenuhan kebutuhan hidup serta upaya meningkatkan kesejahteraan hidup.
Kedua, negara bertanggung jawab membuka lapangan kerja untuk menunaikan amanah sebagai pengurus rakyatnya. Selain membuka lapangan kerja, negara dapat memberi modal kepada para ayah/wali itu untuk mengembangkan usaha dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya.
Inilah mekanisme sistemis sebagai wujud relasi antara rakyat dan negara. Relasi ini akan menstimulasi produktivitas negara untuk mengelola SDA maupun aset negara, yang notabene akan membuka banyak lapangan kerja.
Ketiga, adanya SDM dengan skill (keahlian, keterampilan) yang negara butuhkan tentu melalui proses yang tidak bisa instan. Di sinilah peran negara untuk mempersiapkan SDM. Hal itu bisa negara lakukan melalui pendidikan formal seperti mendirikan sekolah maupun pendidikan tinggi dengan berbagai jurusan. Juga berupa pelatihan, pembekalan skill, maupun program belajar dari negara lain. Ini sebagaimana yang pernah Rasulullah saw. lakukan saat mengutus beberapa sahabat untuk mempelajari teknologi perang di Yaman.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam menekankan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat secara individual, bukan secara kolektif. Oleh karena itu, negara memberi perhatian penting terkait aspek distribusi harta di tengah-tengah masyarakat demi memenuhi kebutuhan individu per individu.
Atas dasar ini pula, negara akan memantau perkembangan pembangunan dan perekonomian dengan indikator-indikator yang menyentuh tingkat kesejahteraan masyarakat secara riel, bukan semata mengejar angka palsu pertumbuhan ekonomi.
Indikator-indikator tersebut bertujuan untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan masyarakat secara utuh baik sandang, pangan, pendidikan, dan kesehatan. Wallahu alam.