Peningkatan Malaria di Pohuwato Mengkhawatirkan, Pemda Tetapkan Status Darurat

WARTANESIA – Pemerintah Kabupaten Pohuwato resmi menetapkan status darurat bencana non-alam akibat lonjakan kasus malaria yang semakin mengkhawatirkan. Keputusan ini diambil dalam rapat koordinasi bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), camat, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), kepala puskesmas, Dinas Sosial, Sekretaris Daerah (Sekda), serta Dinas Kesehatan, Rabu (05/02/2025).

Sekretaris Daerah Pohuwato, Iskandar Datau menegaskan bahwa, situasi ini telah menjadi perhatian serius semua pihak. Ia menyampaikan bahwa, Kabupaten Pohuwato sebelumnya sempat meraih status bebas malaria dari Kementerian Kesehatan selama kurang lebih tiga tahun. Namun, kondisi saat ini berbalik drastis dengan peningkatan kasus yang signifikan, sehingga status kejadian luar biasa (KLB) harus ditingkatkan menjadi darurat bencana non-alam.

“Kita harus menangani ini secara maksimal dengan mengerahkan seluruh sumber daya yang ada. Jika sebelumnya ini menjadi tugas Dinas Kesehatan, maka sekarang sudah menjadi tugas kita bersama. Penanganannya harus seperti pandemi COVID-19 untuk mencegah penyebaran malaria lebih luas,” ujar Iskandar.

“Anggaran Belanja Tak Terduga (BTT) akan digunakan untuk menangani wabah ini, sesuai dengan kriteria kondisi darurat yang ditetapkan,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Pohuwato, Fidi Mustafa menjelaskan bahwa sebelumnya daerah ini telah menerima sertifikat eliminasi malaria dari Kementerian Kesehatan karena berhasil memenuhi kriteria bebas malaria selama tiga tahun berturut-turut. Namun, pada awal tahun 2023, terdeteksi satu kasus impor dari Papua yang melibatkan seorang pekerja tambang ilegal di Kecamatan Buntulia.

“Seharusnya, jika dalam tiga bulan terakhir terjadi peningkatan kasus, kita harus segera menetapkan status kejadian luar biasa (KLB). Kementerian Kesehatan pun telah menilai bahwa status KLB yang ditetapkan masih kurang efektif, sehingga kini dinaikkan menjadi darurat bencana non-alam,” jelasnya.

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tertanggal 16 Januari 2025, Pemerintah Kabupaten Pohuwato diwajibkan membentuk Komando Penanganan Bencana Non-Alam. Struktur komando ini mencakup Bupati sebagai pimpinan, Kepala BPBD sebagai Wakil Komando 1, serta Kepala Dinas Kesehatan sebagai Wakil Komando 2. Setelah pembentukan posko, tim akan segera menyusun program kerja dan langkah-langkah penanggulangan.

“Dalam penanganan darurat ini, pemerintah akan mengoptimalkan penggunaan dana desa untuk pencegahan malaria serta mengalokasikan anggaran daerah dan sumber pendanaan lainnya guna mendukung upaya eliminasi penyakit ini,” katanya dalam pemaparannya.

“Surat edaran ini tidak hanya berlaku bagi Kabupaten Pohuwato, tetapi juga ditujukan kepada 20 kabupaten/kota di Indonesia, terutama daerah dengan aktivitas pertambangan yang menjadi habitat nyamuk penyebar malaria,” tambahnya.

Lanjut katanya, Berdasarkan data epidemiologi tahun 2024, tren kasus malaria di Kabupaten Pohuwato terus meningkat tanpa adanya tanda-tanda penurunan. Pada tahun 2024, tercatat sebanyak 728 kasus, sementara di awal tahun 2025 sudah ditemukan 33 kasus baru.

Hingga kini, meskipun jumlah kasus hampir mencapai 800, belum ada laporan kematian akibat malaria. Namun, ancaman serius tetap ada, mengingat parasit penyebab malaria berat yang berpotensi fatal telah ditemukan dalam beberapa kasus.

Berikut data jumlah kasus malaria berdasarkan domisili dari tahun 2023 hingga 2025:

1. Kecamatan Marisa – 315 kasus
2. Kecamatan Buntulia – 289 kasus
3. Kecamatan Taluditi – 264 kasus
4. Kecamatan Duhiadaa – 143 kasus
5. Kecamatan Patilanggio – 136 kasus
6. Kecamatan Dengilo – 109 kasus
7. Kecamatan Paguat – 95 kasus
8. Kecamatan Popayato Timur – 44 kasus
9. Kecamatan Randangan – 54 kasus
10. Kecamatan Wanggarasi – 22 kasus
11. Kecamatan Popayato dan Popayato Barat – masing-masing 18 kasus
12. Kecamatan Lemito – 4 kasus (paling sedikit)
13. Kasus luar wilayah – 30 kasus

Dengan jumlah kasus tertinggi berada di Kecamatan Marisa, pemerintah daerah akan fokus melakukan intervensi di daerah dengan tingkat penyebaran tinggi.

“Kita harus bertindak cepat karena jika kasus ini tidak tertangani dengan baik hingga akhir tahun, ada kemungkinan Kementerian Kesehatan mencabut sertifikat eliminasi malaria yang telah kita perjuangkan selama ini,” pungkas Kepala Dinas Kesehatan. (Lan)