WARTANESIA – Imbas banyaknya keluhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bumi Panua Pohuwato, DPRD Kabupaten Pohuwato menggelar RDP (Rapat Dengar Pendapat) bersama management rumah sakit, pada Rabu (4/12/2024).
Dalam rapat yang dihadiri oleh Sekretaris Daerah, Iskandar Datau, Kepala Dinas Kesehatan Pohuwato, Fidi Mustafa, Direkur RSBP serta sejumlah dokter ini terungkap bahwa, dugaan tidak maksimalnya pelayanan di rumah sakit ini diakibatkan oleh sejumlah persoalan. Beberapa di antaranya yakni, insentif dokter, hingga terkait Hospital by-Laws (HBL) atau Peraturan Internal Rumah Sakit (PIR).
Salah satu dokter spesialis anastesi, dr. Rachmat Ismail mengungkapkan banyak hal. Menurutnya, di RSUD-BP, ada beberapa dokter yang tidak bekerja namun tetap mendapatkan insentif dari daerah sebesar 30 juta Rupiah per bulan.
“Insentif dokter spesialis 30 juta, tetapi kita tidak pernah diberikan kategori mana dokter-dokter yang menghasilkan untukĀ rumah sakit, dan mana dokter yang tidak menghasilkan. Saya berikan salah satu contoh, ada dokter spesialis yang datangnya 5 tahun lalu, tapi sampai sekarang layanannya tidak jalan, tapi sampai saat ini setiap bulannya tetap dibayar 30 juta Rupiah,” jelas Rachmat.
Sementara di sisi lain kata Rachmat, pemberlakuan besaran insentif yang diberikan, tetap di sama ratakan oleh management rumah sakit. “Ada juga dokter yang kesehariannya berkinerja 24 jam, ada dokter tidak bekerja sama sekali tapi tetap daerah membayarkan sama, apakah ini bukan merupakan suatu kerugian bagi daerah?,” bebernya.
Sementara itu, terkait Hospital By Laws, hingga kini kata dia, belum ada kejelasan. Hal inilah yang membuat kondisi kinerja para dokter di RSUD-BP semakin tidak teratur.
“Permasalahannya adalah, ada dokter-dokter yang bekerja di bagian emergency, sehingga ketidakhadiran dokter itu satu hari saja akan menimbulkan kekacauan. Sementara dokter-dokter yang tidak membidangi itu, biar tidak mau datang berminggu-minggu tidak diketahui,” terang Rachmat.
“Dan ini sudah berproses lama Hospital by laws juga sudah kurang lebih satu tahun. Padahal, HBL itu merupakan salah satu syarat akreditasi, saya juga bingung kita bisa dapat 5 bintang HBL nya ngga ada sampai sekarang,” ungkapnya.
Ada lagi masalah kedisiplinan dokter di RSUD-BP. Rachmat mengatakan, terkait tindakan dokter-dokter yang tidak disiplin dikarenakan rumah sakit tidak memiliki perangkat pengawas.
“Tidak ada bukti kehadiran, itu kelemahan besar, jadi kita mau bicara harus ditindaki, tidak akan bisa karena tidak ada bukti sebab rumah sakit tidak punya perangkat pengawasan. Yang menjadi pegangan dokter bukan SK Pegawai tapi Surat Tanda Registrasi (STR). Ini yang membuat dokter itu bisa bekerja dimana saja, sekarang pak tidak usah heran kalau ada statement bahwa kalau mo suka pecat, pecat saja. Karena STR ini surat sakti, karena dipecat di Pohuwato dia bisa kerja di rumah sakit lain,” terangnya.
Usai RDP, Wakil Ketua DPRD Pohuwato, Abdul Hamid Sukoli mengatakan bahwa, pihaknya meminta pemerintah daerah untuk mempercepat penerbitan Perbup (Peraturan Bupati) terkait HBL.
“Untuk mewujudkan rumah sakit primadona, tentu DPRD tidak hanya tinggal diam mengambil peran secara strategis dalam rangka mengawal rumah sakit ini, agar betul betul menjadi rumah sakit yang memberi layanan secara optimal,” kata Abdul Hamid.
“Makanya kami tadi menitikberatkan pada beberapa rekomendasi yang kami lahirkan dalam upaya perbaikan rumah sakit yang telah kami evaluasi, termasuk kekosongan beberapa peraturan bupati sebagai landasan pengambilan kebijakan Yang ada dirumah sakit itu sendiri, ada tujuh Perbub yang menjadi rekomendasi kami untuk dipercepat penyelesaian, termasul HBL,” pungkas Abdul Hamid. (Lan)