WARTANESIA – Sejumlah lembaga seperti Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) Kabupaten Pohuwato, Kantor Urusan Agama (KUA) Marisa, Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdatul Ulama (LPBHNU) Pohuwato, menggelar rapat bersama Kapolres Pohuwato, pada Rabu (30/10/2024).
Rapat ini membahas persoalan dugaan pernikahan sesama jenis yang menghebohkan masyarakat Pohuwato, Provinsi Gorontalo pada umumnya, belum lama ini.
Pertemuan itu turut dihadiri oleh kedua pelaku pengunggah konten diduga pernikahan sesama jenis, dengan mengenakan pakaian adat Gorontalo, yakni, DK alias Dela, dan EM alias Elsa (Ical).
Usai pertemuan tersebut, Ketua MUI Pohuwato, Drs. H. Fahry J. Djafar, M.HI, mengungkapkan bahwa, rapat itu merupakan langkah pasti kepolisian Polres Pohuwato, untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
“Alhamdulillah tadi jam 10 sesuai dengan undangan Kapolres, sudah dilaksanakan pertemuan antara Kapolres, Ketua MUI, ketua NU, dengan kepala KUA, dan Alhamdulillah anak-anak yang telah membuat konten itu juga hadir, kalau yang DK yang bertindak sebagai pengantin perempuan itu juga didampingi oleh ibunya, kecuali yang berperan sebagai pengantin laki-laki, Elsa alias Ical ini tidak,” kata Fahri.
Selanjutnya, dijelaskan Fahry juga sekaligus mewakili lembaga adat itu, dalam pertemuan tersebut tidak hanya mengungkap kronologis kejadian, namun ditemukan fakta bahwa, kedua pemeran sesama jenis itu memiliki hubungan spesial lebih dari teman.
“Sampai menggunakan pakaian adat itu memang dilihat dari keterangan yang disampaikan, mereka berdua ini (Dela sama Ical) ini mereka sudah satu tahun ini tinggal bersama di kos, mereka punya usaha jual pakaian online dan ternyata mereka buat konten ini termasuk yang dipromosikan itu pakaian Adat Gorontalo, sebenarnya niat awal itu begitu,” jelasnya.
“Jadi tadi waktu pemeriksaan itu, sebelum kami diminta melakukan pembinaan itu, awalnya mereka mengelak, dan setelah di desak, ternyata mereka mengakui ada hubungan, kurang lebih satu tahun. Jadi mereka berawal dari usaha dan mereka tinggal satu kos ternyata satu tempat, disamping mereka ada usaha, nah lalu setelah di desak oleh Kapolres, akhirnya mereka mengaku sampai peristiwa itu terjadi,” beber Fahri lagi.
Lebih jauh kata dia, hasil pertemuan yang dilakukan yakni, melakukan pengawasan terhadap keduanya untuk tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan.
“Nah yang pertama mereka harus pisah, tidak boleh tinggal bersama. Kemudian ada tindaklanjut setelah pembinaan dari ketua MUI. Ada rencana dari Kapolres sebagai tindaklanjut dari kasus ini, itu akan dilaksanakan pembinaan dalam bentuk asesment, dan kebetulan untuk pembinaan kejiwaan mereka itu hanya ada di provinsi, Itu perintah Kapolres tadi kepada anggotanya untuk menindaklanjuti itu,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Marisa, Abdullah Hasanudin membenarkan proses mediasi oleh Polres tersebut.
“Mereka melakukan itu hanya sebatas konten, mereka memaikai pakaian pengantin Adat Gorontalo dengan pose seolah telah. Yang bersangkutan mengakui bahwa mereka sudah ada hubungan pacaran kurang lebih 1 tahun, bahkan tinggal di satu tempat yang sama di kos-kosan,” tambah Abdullah.
Dia juga membantah adanya isyu bahwa, pernihakan keduanya dilangsungkan di KUA Marisa.
“Saya selaku kepala KUA marisa menegaskan bahwa, tidak ada proses akad nikah baik itu secara siri apalagi secara resmi melalui Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Marisa,” tegasnya. (Fan)