WARTANESIA – Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Gorontalo menggelar Press Conference APBN Lo Hulonthalo, Kinerja Makro Fiskal Provinsi Gorontalo, untuk periode realisasi sampai dengan 31 Agustus 2024.
Kegiatan ini dihadiri Kepala Kantor Kanwil (Kakanwil) Ditjen Perbendaharaan Provinsi Gorontalo, Adnan Wimbyarto, Kepala KPP Pratama, Kepala Seksi Pembendaharaan Bea dan Cukai, Kepala KPKNL, Kepala KPPN Provinsi Gorontalo, Kepala KPPN Marisa dan Regional Chief Economist serta tamu undangan lainnya yang dilaksanakan di Aula KPPN Kabupaten Pohuwato, Kamis (26/09/2024).
Kakanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Gorontalo, Adhan Wimbyarto, pada kegiatan itu menyampaikan, kinerja APBN Indonesia hingga 31 Agustus 2024 dari sisi Pendapatan negara telah mencapai sebesar Rp1.777,0 triliun atau mencapai 63,4 persen dari target.
Dari jumlah tersebut, terdapat penurunan sebesar 2,5 persen secara year on year. Sementara untuk belanja negara, terealisasi sebesar Rp1.930,7 triliun, atau 58,1 persen dari pagu belanja yang sudah dibelanjakan.
Realisasi belanja ini kata Adnan, tumbuh sebesar 15,3 persen secara year on year. Dari pendapatan dan belanja di atas, APBN pada Agustus 2024, mengalami defisit sebesar Rp153,7 triliun, dengan keseimbangan primer sebesar Rp161,8 triliun.
“Pendapatan negara telah mencapai Rp 1.777,0 Triliun dari target APBN 2024 atau mencapai 63,4 dan untuk belanja negara mencapai Rp 1.930,7 Triliun atau 58,1 persen dari target APBN 2024,” ujar Adnan.
Namun demikian kata Adnan, untuk perkembangan ekonomi regional, masih terus mendapatkan dukungan dari pemerintah, salah satu alat pengungkit pemulihan ekonomi yang masih berlangsung saat ini yaitu, dukungan kredit program KUR dan UMi.
“Penyaluran KUR sampai dengan Agustus 2024 sebesar Rp405,88 miliar kepada 7.393 debitur. Kabupaten Gorontalo mendominasi penyaluran KUR sebesar Rp168 miliar atau 41,39 persen kepada 3.231 debitur. Terdapat satu sektor yang mendominasi penyaluran KUR di Provinsi Gorontalo yaitu Perdagangan Besar dan Eceran dengan penyaluran sebesar Rp223,80 M atau 55,14% dari keseluruhan penyaluran,” ungkap Adnan menjelaskan.
Sayangnya, seringkali terjadi perbedaan yang signifikan terkait jumlah debitur di masing-masing Kabupaten/Kota. Alasannya biasanya dipengaruhi oleh jumlah penduduk, peluang usaha ata kemudahan untuk melakukan usaha, serta tingkat produktivitas masyarakat antar daerah.
Selain itu, ketidakstabilan perkembangan penyaluran UMi diindikasikan karena adanya irisan produk pembiayaan sejenis pada perbankan (KUR Supermikro), belum adanya koperasi sebagai penyalur linkage dan calon debitur yang tertolak secara sistem pada SIKP yang sebagian besar disebabkan telah menerima pembiayaan.
“perbedaan yang signifikan terkait jumlah debitur di masing-masing Kabupaten/Kota dipengaruhi oleh jumlah penduduk, peluang usaha ata kemudahan untuk melakukan usaha, serta tingkat produktivitas masyarakat antar daerah,” ujarnya. (Mkl)