WARTANESIA – Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota atau UU Pilkada mengatur sejumlah sumber pendanaan kampanye pasangan calon kepala daerah. UU ini sudah berlaku sejak 2016 hingga Pilkada 2024 mendatang.
Dalam Pasal 74 ayat (1) mengatur tiga sumber sumbangan dana kampanye, yakni berasal dari Parpol dan koalisi Parpol, pasangan calon yang berlaga dan sumbangan pihak lain yang tidak mengikat.
Ada batas maksimal sumbangan dana kampanye dari perorangan dan perusahaan atau organisasi swasta berbadan hukum. Namun, harus mencantumkan identitas yang jelas.
“Sumbangan dana Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (2) dari perseorangan paling banyak Rp75 juta dan dari badan hukum swasta paling banyak 750 juta,” bunyi Pasal 74 ayat (5) UU Pilkada.
Selain itu, UU Pilkada juga memerintahkan agar parpol atau koalisi parpol yang mengusung kandidat kepala daerah wajib memiliki rekening khusus dana kampanye atas nama pasangan calon.
Rekening ini harus didaftarkan kepada KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. Aturan ini diatur dalam Pasal 74 ayat (3) UU Pilkada.
“Penggunaan dana Kampanye pasangan calon wajib dilaksanakan secara transparan dan akuntabel sesuai standar akuntansi keuangan,” bunyi Pasal 74 ayat (8) UU Pilkada.
Aturan soal dana kampanye pada Pilkada pun diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Dana Kampanye Peserta Pilkada.
Pasal 7 Ayat (1) PKPU ini mengatur dana kampanye yang berasal dari parpol atau koalisi parpol nilainya paling banyak Rp750 juta setiap parpol selama masa kampanye.
Sementara Pasal 7 Ayat (2) PKPU ini juga mengatur dana kampanye berasal sumbangan pihak lain perseorangan nilainya paling banyak Rp75 juta.
“Dana Kampanye yang berasal dari sumbangan pihak lain kelompok atau badan hukum swasta nilainya paling banyak Rp750 juta selama masa Kampanye,” bunyi Pasal 7 Ayat (3) PKPU Nomor 5 tahun 2017. (rik)