Ketika fajar baru akan terbit di hari pertama paruh kedua Ramadhan 1442 Hijriah, tepat di hari Jumat 23-4-2021, laman-laman medsos diramaikan doa dan kabar duka wafatnya K.H.Abdul Ghofur Nawawi.
Kiai asal Cirebon ini menyusul kakaknya KH.Abdul Ghafir Nawawi, yang telah wafat 20 Mei 2019. Keduanya adalah pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Ponpes Salafiyah-Syafiiyah, di Desa Banuroja, Kecamatan Randangan, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo.
Berkat ketokohan keduanya pula kehidupan masyarakat multi etnis di Banuroja menggaung di tingkat nasional dan international. Menghiasi jurnal-jurnal agama dan juga menjadi rujukan penelitian para cendekia beragam agama dan kepercayaan untuk datang ke sana.
Video Kampung Toleransi Banuroja :
Dewasa ini, mencari ulama berlimpah, Kiai cukup banyak, tapi mendapatkan ulama sekaligus kiai yg berfikiran moderat hanya bisa dihitung dengan jari.
Sosok keduanya adalah gambaran ideal tokoh agama perekat kerukunan di tengah arus perang pemikiran yang semakin menajam akhir-akhir ini.
Ancaman ujaran kebencian dan saling serang antar paham keagamaan, sungguh telah menjadi ancanan nyata bagi persatuan bangsa Indonesia.
Banuroja yang dihuni etnis Bali, Nusa Tenggara, Gorontalo, Jawa dan lain-lain, telah menjadi tembok yang kokoh dalam merawat ke-Indonesiaan. Padahal, hanya berpuluh-puluh kilometer di sebelah barat daerah ini, terjadi konflik agama yg berkepanjangan hingga kini.
Kedua tokoh NU ini telah mengajarkan kita bahwa, implementasi nilai-nilai luhur Piagam Madinah di Bumi Serambi Madinah Gorontalo, menjadi sinar yang menerangi kerukunan umat beragama di Indonesia.
Kini, sinar itu telah kehilangan daya pancarnya. Akankah sinar-sinar lainnya akan terus meredup? Dibutuhkan upaya kita bersama untuk mempertahankannya.
SELAMAT JALAN KIAI..
Penulis : Arman Mohamad (Camat Paguat/Pemerhati Sejarah/Budaya)