WARTANESIA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa lebih dari seratus biro perjalanan haji dan umrah diduga terlibat dalam kasus korupsi pengelolaan tambahan kuota haji tahun 2024.
Dugaan tersebut diperkuat oleh temuan aliran dana setoran dari biro travel kepada pihak-pihak tertentu, dengan nilai yang mencengangkan: mulai dari Rp42 juta hingga Rp113 juta per jamaah.
“Kalau biro-biro besar, setoran mereka bisa lebih besar, karena kuota yang mereka dapatkan dari tambahan kuota 10 ribu itu juga lebih banyak,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam keterangannya baru-baru ini.
Menurut Asep, besaran setoran juga dipengaruhi oleh fasilitas yang dijanjikan kepada jamaah, seperti jarak hotel ke Masjidil Haram hingga layanan eksklusif lainnya. Namun, KPK menemukan kejanggalan lainnya.
“Ada informasi yang masuk ke kami, bahwa ada yang mendaftar sebagai jamaah furoda, tapi fasilitasnya ternyata sama seperti haji khusus,” ungkap Asep.
Program haji furoda sejatinya adalah undangan langsung dari Pemerintah Arab Saudi dan tidak masuk dalam skema kuota haji reguler maupun khusus.
Penyalurannya pun seharusnya dilakukan melalui Kedutaan Besar, bukan lewat biro perjalanan.
Namun dalam praktiknya, biro travel justru menetapkan biaya tinggi dengan dalih keterbatasan tempat, padahal layanan yang diberikan tak sesuai dengan janji.
KPK mencurigai bahwa penyimpangan ini bukan sekadar penyalahgunaan kuota tambahan, melainkan juga terkait pemalsuan fasilitas dan janji layanan terhadap jamaah.
Untuk itu, KPK mendorong masyarakat yang merasa dirugikan untuk segera melapor. “Kami harap masyarakat yang merasa jadi korban, bisa memberikan keterangan kepada kami agar penanganan perkara ini bisa lebih cepat,” kata Asep.
Kasus ini bermula dari keputusan pemerintah yang mengubah alokasi tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu orang.
Berdasarkan amanat UU Haji, komposisi pembagiannya seharusnya 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Namun, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memutuskan mengubahnya menjadi 50:50.
Akibatnya, Yaqut kini berstatus sebagai pihak yang diperiksa dan telah dicegah bepergian ke luar negeri.
Pencegahan serupa juga diberlakukan terhadap mantan staf khusus Menag dan seorang pengusaha pemilik biro perjalanan haji dan umrah ternama, MakTour.