WARTANESIA – Wilayah Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kilometer 18, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, diduga telah mencemari Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berimbas pada krisis air bersih bagi warga Popayato Serumpun.
Hal ini terlihat di intake sumur sadap air di Kilometer 13 Desa Marisa, Kecamatan Popayato Timur, yang airnya keruh bercampur lumpur. Akibatnya, air yang terdistribusi ke pelanggan PDAM mengalami keruh dan lumpur, sehingga tidak dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Seperti yang terlihat dalam video unggahan akun Facebook Lun Yusuf, pada Sabtu (18/1/2025). Warga Kecamatan Popayato ini memperlihatkan kondisi air yang keluar dari selang sangat keruh dan tak layak digunakan, apa lagi untuk dikonsumsi.
Sekretaris Desa Telaga Biru, Kecamatan Popayato, Moh. Jamil Panyili, mengungkapkan bahwa, sejak awal Januari 2025, warga di daerah tersebut kesulitan mendapatkan air bersih. Ia menyebutkan bahwa hampir sebagian besar warga bergantung pada air PDAM, namun kini air yang tersedia tercemar akibat aktivitas tambang emas ilegal.
“Hampir seluruh warga di Kecamatan Popayato mengandalkan PDAM untuk kebutuhan air. Namun, sekarang airnya tercemar oleh tambang emas ilegal. Kami berharap ada solusi dari pihak PDAM dan pemerintah terkait masalah ini,” ujar Jamil.
Sebelumnya, warga hanya mengalami masalah air keruh pada saat terjadi banjir besar di Sungai Popayato. Namun, kini air keruh terus menerus mengalir meski tidak ada banjir, memaksa warga membeli air galon untuk keperluan sehari-hari, seperti memasak dan mandi.
“Kami terpaksa menggunakan air berlumpur ini karena tidak ada pilihan lain. Kalau membeli air galon, biaya menjadi lebih besar,” tambah Jamil.
Keluhan serupa disampaikan oleh salah satu warga Desa Telaga Biru, Rahman Husa, yang menyesalkan dampak negatif tambang emas ilegal terhadap kualitas air.
Menurutnya, sebelum adanya aktivitas tambang ilegal, warga tidak pernah mengalami kesulitan dalam mendapatkan air bersih. Namun kini, air yang tercemar lumpur menjadi pilihan satu-satunya meskipun membebani biaya tambahan.
“Kami terpaksa menggunakan air berlumpur untuk mandi karena tidak ada pilihan lain. Kami berharap pemerintah daerah segera turun tangan untuk menangani tambang emas ilegal yang merusak lingkungan dan sumber air bersih kami,” ujar Rahman dengan penuh harap.
Masalah ini semakin memperburuk kondisi kehidupan masyarakat Popayato yang bergantung pada air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Warga berharap agar segera ada solusi dari pemerintah dan pihak terkait untuk mengatasi dampak dari aktivitas tambang ilegal yang merusak ekosistem dan kehidupan mereka. (Lan)