Site icon WARTANESIA

Barakuda Demo, Fasilitas Negara Rusak, Begini Tanggapan Pemda Pohuwato

Sejumlah fasilitas di Kantor Bupati Pohuwato, dirusak masa aksi dari Barakuda, Senin (16/12/2024).

WARTANESIA – Unjuk rasa yang digelar oleh Barisan Rakyat untuk Keadilan (BARAKUDA) di Kantor Bupati Pohuwato pada Senin (16/12/2024), diwarnai aksi pengrusakan fasilitas milik pemerintah. Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Daerah (Pemda) Pohuwato mengungkapkan penyesalannya atas kejadian ini.

Arman Mohammad, Asisten I Pemerintahan dan Kesra, menyayangkan tindakan anarkis yang terjadi dalam aksi tersebut.

“Kami tidak sempat menyaksikan langsung, tapi melalui video, kami sangat menyesalkan kejadian ini. Penyampaian pendapat itu dijamin oleh Undang-Undang, namun kami berharap tindakan anarkis bisa diminimalisir, karena merusak fasilitas negara itu tidak dibenarkan,” ujarnya. Ia juga menekankan bahwa, Kantor Bupati adalah milik masyarakat yang digunakan untuk pelayanan publik.

Terkait dengan ketidakhadiran Kepala Daerah dan sejumlah pejabat lainnya dalam menyambut massa aksi, Arman menjelaskan bahwa, hal itu bukanlah hal yang disengaja. Informasi mengenai aksi unjuk rasa tersebut baru diterima beberapa jam sebelum aksi dimulai.

“Wakil Bupati dan beberapa asisten pagi tadi rapat mengenai inflasi, lalu melakukan pelayanan di kantor, dan kemudian meninjau kondisi warga Paguat yang terdampak banjir. Sekda sedang cuti, dan pak bupati bersama saya diundang menerima penghargaan di tingkat provinsi,” jelasnya.

Arman juga membantah bahwa surat pemberitahuan aksi tidak diteruskan oleh pihak Kesbangpol Pohuwato. Menurutnya, pihak Pemda menerima informasi demo beberapa jam sebelum dilaksanakan, meski ia sendiri tidak mendapatkan surat pemberitahuan tersebut.

“Jawaban soal ini sebaiknya disampaikan oleh Kepala Kesbangpol Pohuwato,” kata Arman.

Sementara itu, terkait langkah hukum atas pengrusakan yang terjadi, Arman menegaskan bahwa Pemda belum membicarakan hal tersebut.

“Ini bukan soal langkah hukum, tetapi kami mengimbau masyarakat untuk menyampaikan pendapat dengan cara yang elegan dan sesuai dengan hukum,” tutupnya.

Koordinator lapangan aksi, Sonni Samoe, menyatakan bahwa tindakan anarkis tersebut merupakan bentuk kekecewaan terhadap pemerintah daerah, yang tidak mengirimkan pejabat untuk menemui massa aksi.

“Kami sudah berorasi hampir satu jam, berharap ada pejabat yang memberikan klarifikasi. Tapi tidak ada yang datang. Massa datang dengan harapan ada solusi untuk masalah yang mendesak. Tapi respons yang kami terima sangat buruk, ini menunjukkan buruknya pelayanan publik,” ujarnya.

Sonni juga menuntut pemerintah daerah untuk melakukan evaluasi terhadap empat perusahaan di Kecamatan Popayato yang menjadi sumber masalah.

“Pemerintah harus membentuk tim untuk mengevaluasi perkebunan di sana, melihat pelanggaran yang ada, dan memberikan rekomendasi sanksi,” tegasnya. (Lan)

Exit mobile version