Site icon WARTANESIA

Pilkada 2024, Apa yang Kita Dapat ? (Telaah Kritis dan Renungan Jelang Pemungutan Suara)

Ismail Abas (istimewa)

Oleh : Ismail Abas (Tokoh Pemuda asal Kecamatan Paguat)

Rakyat adalah rakyat, elit politik tetap elit politik, petani akan tetap kesawah dan ladang, pedagang tetap menjajakan dagangannya, nelayan tetap harus melaut, guru harus tetap  kembali mengajar, birokrat harus tetap kembali melayani rakyat.

Itulah kita rakyat, siapapun yang duduk dan terpilih menjadi  Pemimpin baru hasil Pilkada 2024, kita yang rakyat akan  tetap menjadi diri kita.

Ungkapan ini bukan untuk menyesali dan atau meratapi nasib kita sebagai rakyat, tapi untuk membangunkan kesadaran, betapa mendukung seorang pemimpin tidak harus dengan fanatisme  yang membabi buta,  mengorbankan segalanya, apalagi masa depan kita yang masih sangat panjang.

Mendukung calon pemimpin harus tetap mengacu pada sikap rasionalitas. Ketika  calon yang kita dukung menang, merupakan sikap yang “norak” jika kita mengolok-olok calon yang kalah, bagaimanapun juga, kita adalah keluarga besar warga Gorontalo yang masih harus hidup bersama menggeluti profesi dan rutinitas kita.

Pilkada 2024 kali ini hanyalah rutinitas demokrasi lima tahunan yang harus dijalani, bukan rutinitas yang harus  disikapi  apalagi harus memakan korban. Dalam sejarah perjalanan politik selama ini, kita terkadang tidak mengambil hikmah dari setiap rentetan peristiwa demi peristiwa yang memilukan. Kita rakyat kecil selalu terjebak dalam skenario dan drama yang dimainkan oleh para politisi. 

Masih segar dalam ingatan kita,  ketika Pemilu tahun 1997 silam, ribuan orang meregang nyawa, tidak ada ucapan belasungkawa, tidak ada karangan bunga, yang ada ratapan kesedihan dari keluarga korban.

Sementara di luar sana, politisi yang dibela mati-matian tengah duduk menikmati dan memainkan kursi kekuasaannya, memainkan tanda tangannya bukan untuk kita rakyat kecil tapi untuk para kroni-kroninya, para elit-elitnya.

Kita rakyat kecil memang ibarat “ bola pimpong” yang siapa saja bisa memainkannya, melemparnya, mencampakkannya dan bahkan saking kecilnya, nasib kita selalu menjadi barang mainan.

Ketika menjelang Pileg maupun Pilkada, kita diiming-imingi janji demi janji yang menggiurkan oleh para politisi, namun saat kita menagih janji, maka kita dianggap bukan siapa-siapa, tidak didengar, tidak dihiraukan dan bahkan kita dicampakkan.

Setelah Pilkada , kita memang memiliki Pemimpin yang memiliki semangat baru,  memasuki era baru. Namun, kita rakyat tetap saja hanya bisa memakai baju lama, ya baju lama kita adalah nasib kita, kondisi hidup kita. Abang Bentor akan tetap Tukang bentor, petani tetap saja petani, tidak ada yang kita dapat kecuali euforia kegembiraan mengantarkan elit politisi duduk di singgasana.

Bukan untuk mengajak kita  bersikap apriori, tapi merupakan hal yang wajar ketika kita berpikir bahwa, Pilkada ataupun pesta demokrasi lainnya, menguras banyak uang dari para calon.

Beruntung bagi yang memenangkan pertarungan, karena ia masih memiliki peluang mengisi kembali pundi-pundi uangnya yang terkuras hingga penuh, ia masih bisa membalas “kroni-kroni”  yang kerja keras.

Namun bagi yang “kalah” menyimpan duka , darimana ia mengisi pundi-pundinya yang terkuras selama kontestasi,  kecuali membuang rasa malu, masuk menyusup ke dalam lingkaran kekuasaan.

Kita berharap, apapun hasil Pilkada 2024 besok, tidak membuat kita menyimpan dendam, saling ejek dan saling mengolok-olok. Menang kalah adalah hal yang biasa, kita adalah rakyat, rakyat dan rakyat, siapapun calon yang kita jagokan, yang kita dukung, kita tetap menjadi diri kita yang harus banting tulang bekerja dan bekerja, karena tidak pernah ada seorang pemimpin yang menghidupi rakyatnya setiap hari dan setiap saat tanpa harus bekerja.

Siapapun pemenang pada Pilkada nanti, kita rakyatlah  yang menjadi pemilik dari kemenangan itu. (Wallahu’alam Bishowaf)

Exit mobile version