Site icon WARTANESIA

Dari Timur ke Barat, Tambang Emas Ilegal di Pohuwato Terus Menjamur dan Tumbuh Subur

WARTANESIA – Pertambangan Emas Tanpa Izin ( PETI) di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo sulit tersentuh hukum. Dengan terus beroperasinya tambang emas ilegal tersebut menyebabkan secara perlahan hilangnya ladang padi sawah di wilayah yang memiliki tambang emas ilegal di hulu, Kamis (2/5/2024).

Tambang emas ilegal yang berada di hulu perbukitan mengakibatkan sedimentasi berupa lumpur dan bahan kimia yang digunakan untuk keperluan pertambangan di buang ke sungai dan mengalir ke hilir, kemudian sedimen tersebut masuk ke areal persawahan milik para petani.

Tentu sedimentasi yang tidak dikelola dengan baik secara berkepanjangan akan membuat penumpukan dibagian hilir, terutama menjadi sebuah endapan lumpur ketika masuk di areal persawahan yang mengakibatkan tanah semakin menebal, sehingga air akan sulit mengairi persawahan.

Di Pohuwato sendiri, hampir di seluruh wilayahnya (kecamatan) terdapat aktivitas Peti, yang notabene masuk dalam kawasan hutan yang secara hukum dilarang terjadi aktivitas pengrusakan.

Tidaklah mengherankan jika aktivitas Peti yang berada di Kecamatan Dengilo hingga Kecamatan Popayato,  disebut tumbuh subur dan sulit tersentuh hukum.

Semakin hari, jumlah alat berat di kawasan Prti terus bertambah, bahkan kebanyakan para pelaku Peti berasal dari luar daerah. Tidak hanya itu, luas kawasan yang dirusak pun semakin bertambah.

Hal itu seperti terlihat di Kecamatan Paguat. Akibat aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Karya Baru, Kecamatan Dengilo, menyebabkan ada beberapa areal sawah yang sudah tidak bisa digunakan lagi.

Eman Lopu’o salah satu petani mengaku, saat ini areal sawah yang luasnya sebesar 250 hektar yang ada di Kecamatan Paguat tercemar lumpur yang dari wilayah pertambangan emas tanpa izin yang ada di Kecamatan Dengilo.

Aliran air yang bercampur lumpur masuk di areal persawahan yang menyebabkan pertumbuhan tanaman padi mereka tidak maksimal. Bahkan aliran air drainase yang mengairi sawah mereka lumpurnya sudah setinggi paha orang dewasa.

“Lihat ini, ketinggian drainase ini sebelum ada aktivitas PETI sampai dibagian dada. Namun sekarang sudah tertimbun lumpur dan kedalamnya kurang sampai di paha orang dewasa. Berarti ini drainase sudah lumpur semua. Sehingga partikel lumpur dari area PETI masuk ke areal persawahan, yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman tidak maksimal,” ujar Eman Lopu’o, sembari turun memperlihatkan drainase yang sudah dangkal beberapa waktu lalu. (Lan)

Exit mobile version