Site icon WARTANESIA

Syarif Lebih Dulu Pergi, Golkar Tanpa Problem Solving Kemudian

Konstalasi politik di Provinsi Gorontalo menjelang Pemilu tahun 2024, kian memanas saja. Tidak sedikit tokoh politik pendatang hingga kondang ramai dibicarakan gerak-geriknya. Termasuk Syarif Mbuinga.

Politisi senior di Provinsi Gorontalo ini tidak hanya berkelas. Selain cerdas, Syarif pun dinilai memiliki kualitas yang pantas menjadi prioritas.

Isyu mundurnya Pasisa dari partai Golkar, menjadi topik hangat di tengah masyarakat.  Tak ayal, hal ini pun menjadi headline banyak media di Provinsi Gorontalo.

Banyak yang tak percaya, tapi, Syarif undur diri dari Golkar itu nyata. “Saya adalah kader Golkar sejati. Saya tidak akan meninggalkan partai yang telah membesarkan saya. Saya hanya keluar dari struktur kepengurusan partai,” ungkap Syarif beberapa waktu lalu.

Keputusan itu konon membuat sejumlah tokoh besar Golkar meminta Syarif memikirkan kembali keputusannya itu. Tidak sedikit di antara mereka membujuk mantan Bupati Pohuwato 2 periode itu untuk tetap bersama, bertahan di bawah ‘Pohon Beringin’.

“Niat saya sudah bulat. Keputusan ini saya ambil dengan penuh pertimbangan. Saya sudah siap dengan segala konsikuensinya. Ini adalah bagian dari ikhtiar perjuangan saya untuk masyarakat. Saya tidak ingin mengkhianati kepercayaan mereka kepada saya selama ini,” tegasnya.

Syraif merupakan kader yang dikenal sebagai Problem Solving di tengah Golkar Gorontalo. Namun kini, keputusannya mundur seakan menjadi Big Problem. Tanpa Syarif, Golkar sepertinya harus bekerja extra dan kembali ke pengaturan awal jika ingin tetap berjaya.

“Seperti perhelatan word cup atau Piala Dunia. Setiap club punya aktor penentu dalam kemenangan tim. Dan setiap orang yang menjagokan club, karena melihat ada aktor penentu didalam tim itu. Nah, begitulah posisi Pasisa Syarif di perhelatan 2024 mendatang,” keluh salah satu Kader Golkar sekaligus Ketua PK Paguat, Ismail Abbas.

“Bisa jadi sebagian loyalis ini akan tetap bertahan di Golkar hanya dalam bentuk titip nama sebagai kader, namun gerak langkahnya akan menjadi apatis menyesuaikan sikap para pendukung calon DPD yang notabene non partisan,” urai Ismail.

Apapun itu, keputusan Syarif patut dihargai. Sebab, pasal 23 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM menyatakan bahwa “Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya”. (Lan)

Exit mobile version