WARTANESIA – Senin (4/7/2022), puluhan massa aksi yang tergabung dalam aliansi Lembaga Aksi Bela Rakyat (Labrak) Kabupaten Pohuwato, melakukan demo di Kantor Bupati dan Kantor DPRD Pohuwato.
Salah satu poin yang menjadi tuntutan massa aksi ialah meminta Pemda dan DPRD untuk tidak lagi memperpanjang izin investasi perusahaan PT. Perkebunan Lebuni yang berada di Kecamatan Popayato.
Menanggapi hal tersebut, pihak perusahaan memberikan jawabannya. Melalui salah satu perwakilan perusahaan, Frans Manahampi, pihak Lebuni menyampaikan tanggapannya atas 4 point tuntutan massa aksi.
“Keberadaan kami (Lebuni) di Pohuwato sudah ikut serta memberikan kontribusi dan andil. Kontribusi kami ke daerah ialah, memperkerjakan masyarakat sekitar kurang lebih 200 orang, kami juga melakukan pembebasan tanah untuk pembangunan Pasar Popayato, Terminal Popayato, LLAJR, Pembangunan sekolah TK, Masjid popayato, Puskesmas Popayato, Kantor Dinas Pendidikan, Kantor Polsek Popayato, Sekolah SMA Popayato, Samsat Popayato,” ungkap Frans.
Berikut 4 Poin tuntutan massa aksi yang ditanggapi oleh PT. Perkebunan Lebuni :
1.Meminta bupati Pohuwato untuk memfasilitasi pertemuan antara pihak PT. Lebuni dengan masyarakat sekitar wilayah HGU PT. Perkebunan Lebuni untuk menegaskan dan melegalisasi kesepakatan antara pihak PT. Perkebunan Lebuni dan masyarakat tentang areal HGU 100 Ha dab 150 Ha yang telah disepakati dikantor camat popayato beberapa tahun lalu;
-Atas pernyataan diatas kami menyikapi bahwa tidak ada sama sekali perjanjian tertulis antara Pihak PT. Perkebunan Lebuni dengan masyarakat tentang pembagian pengelolahan 100 Ha dan 150 Ha, justru berdasarkan keputusan kepala badan pertanahan nasional Republik Indonesia Nomor 6 /HGU/BPN RI/2010 diktum kedua huruf I berbunyi : Penerima Perpanjangan jangka waktu HGU DILARANG untuk menyerahkan penguasaan tanah HGU tersebut kepada pihak lain.
2. Untuk jawaban Pernyataan nomor 2 sudah dijelaskan sekaligus diatas.
3. Meminta untuk tidak lagi menerbitkan perpanjangan izin HGU kepada PT. Perkebunan Lebuni, karena hingga saat ini PT. Lebuni tidak menjaga hubungan harmonis dengan masyarakat sekitar HGU, terbukti dengan konflik yang berujung pada pembunuhan beberapa tahun lalu serta beberapa masyarakat sekitar HGU yang dipidanakan oleh pihak PT. Lebuni
-Atas pernyataan diatas kami menanggapi bahwa tidak benar tidak terjalin hubungan harmonisasi antar PT. Perkebunan Lebuni dengan masyarakat disekitar HGU PT. Perkebunan lebuni, faktanya adalah kurang lebih 200 orang warga masyarakat disekitar HGU PT. Perkebunan Lebuni yang bekerja sebagai pekerjaan harian, pekerja lepas, pekerja musiman serta karywan tetap baik itu laki-laki dan perempuan, selanjutnyha terkait Pembunuhan yang di masukan dalam pernyataan sikap tersebut adalah kejadian yang tidak terjadi di PT. Perkebunan Lebuni, melainkan di HGU lain, sekali lagi kami tegaskan hal itu tidak terjadi di PT. Perkebunan Lebuni, dan kami terus berupaya agar tidak terjadi hal demikian, selanjutnya mengenai warga yang dilaporkan pidana tersebut adalah oleh karena terjadi pengrusakan tanamaan utama yakni tanaman kelapa dalam yang sengaja dibakar oleh oknum warga tersebut sehingga mengakibatkan PT. Perkebunan Lebuni mengalami kerugian yang cukup besar, sebab peremajaan kelapa yang dirusak/dibakar kurang lebih 8000 pohon kelapa, sehinga perkara yang dilaporkan tersebut naik ke pengadilan dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
4. Mendesak Pemerintah untuk segera mencabut izin HGU PT. Lebuni karena tidak melaksanakan kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luasan areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan sesuai dengan sanksi pasal 51 permentan Nomor 98 Tahun 2013 tentang pedoman perizinan usaha perkebunan;
-Atas pernyataan diatas kami menyikapinya bahwa pernyataan tersebut diatas sangat keliru dan penafsirannya sesat, berdasarkan pasal 11 ayat (1) Permentan no 98/2013 berbunyi : usaha industri pengelolahan hasil perkebunan untuk mendapatkan IUP-P sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, harus memenuhi penyediaan bahan baku paling rendah 20% berasal dari kebun sendiri dan kekurangannya wajib dipenuhi dari kebun masyarakat/perusahaan perkebunan lain melalui kemitraan pengelolaan berkelanjutan”. Selanjutnya dalam pasal 9 Permentan No. 98/2013 dan lampiran II dalam Peraturan ini adalah Perkebunan sawit, Perkebunan Teh dan Perkebunan Tebu, sementara kami PT. Perkebunan Lebuni berdasarkan Perizinan Berbasis RIsiko yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, jenis usaha kami perkebunan buah kelapa dan Pertanian Jagung, bahwa selanjutnya dalam Permentan Nomor 98 /2013 tersebut sama sekali tidak ada disebutkan tentang memfasilitasi pembangunan kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luasan areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan. Maka hal ini sangatlah tidak berdasar hukum dan mengada-ada sehingga patut untuk dikesampingkan. (Alan)