Site icon WARTANESIA

WPR Pohuwato Tak Kunjung Terealisasi, Karena Pemerintah Tidak Serius

Nasib Penambang lokal di Kabupaten Pohuwato berada diujung tanduk. Sejak tahun 2009, baik warga penambang, organisasi mahasiswa, masyarakat hingga para aktivis, selalu menyuarakan legalitas Wilayah Pertambangan Rakyat atau WPR. Namun nyatanya, sampai  hari ini belum juga terealisasi.

Ini karena, pemerintah daerah terkesan tidak serius dalam mengurusi WPR. Ironinya, ada desas-desus di tahun depan, perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dan kini tengah eksis di Pohuwato, akan melakukan proses produksi.

Jika benar adanya, maka yang terjadi adalah para penambang lokal yang berada di wilayah konsesi kontrak karya milik perusahaan tersebut akan dikeluarkan. Lantas bagaimana nasib penambang lokal?

Maka dari itu, pemerintah baik di tingkat kabupaten dan provinsi, harus segera turun tangan mencarikan solusi terkait nasib penambang lokal yang ada di wilayah konsesi perusahaan.

Berdasarkan data, PT PETS (Puncak Emas Tani Sejahtera) memiliki wilayah konsesi ± 100 Ha, dan PT GSM (Gorontalo sejahtera Mining) memiliki wilayah konsesi ± 14,700 Ha. Di mana kedua perusahaan ini berada  dibawah naungan PT MERDEKA COPPER GOLD.

Rizal Ladiku, Aktivis Pohuwato.

Pemerintah Kabupaten Pohuwato dan  Provinsi Gorontalo, melalui Penjabat Gubernur yang baru diharapkan dapat  mengupayakan legalitas WPR.

Jika ini tidak dipikirkan, maka dikhawatirkan, akan terjadi gelombang besar dari para penambang. Mereka sudah pasti akan mempertahankan lokasi pertambangan yang selama ini menjadi sumber utama  penghidupan.

Di sisi lain, lambannya realisasi  WPR, berpengaruh terhadap jenjang sosial di masyarakat seperti  angka pengangguran, kegiatan ekonomi masyarakat semakin sulit, yang diakibatkan hilangnya mata pencaharian para penambang lokal.

Sejatinya, hal ini menjadi PR bersama pemerintah provinsi, pemerintah daerah serta para pihak terutama perusahaan, guna mewujudkan perekonomian yang kuat. (Rizal Ladiku : Aktivis Pohuwato)

Exit mobile version