Site icon WARTANESIA

Catatan Sejarah Orang Gorontalo dan Bugis, Punya Kebiasaan Tidak Membayar Hutang dan Percaya Takhayul

Ditulis : Arman Mohamad (Pemerhati Budaya dan Adat)

Sebagai bagian dari etnis yang mendiami dataran Pulau Sulawesi, mari kita pelajari bersama karakter orang Gorontalo dan Bugis berdasarkan catatan para pejabat kolonial Belanda, yang bertugas di Jazirah Serambi Madinah (julukan Gorontalo) pada awal abad 20.

Mengutip pembacaan naskah catatan kolonial oleh Basri Amin, saat menjadi peneliti PhD di Leiden dan Roelof Blok, dalam History of the island of Celebes diantaranya menyebutkan :

A. Orang Gorontalo

Kalff, asisten residen Belanda di Gorontalo pada tahun 1915 mencatat, Islam di Gorontalo tidak dijalankan dgn fanatisme. Controleur F.B.Dutrieux, (tahun 1930) menambahkan, sholat cenderung dilakukan beberapa orang saja, termasuk Jumatan dan bahkan puasa di bulan Ramadhan, hanya diikuti oleh kepala-kepala Distrik. Praktik animisme banyak ditemukan di pelosok kampung.

Controleur Moorison (tahun 1931) mencatat, orang Gorontalo jarang benci orang lain dan jarang suka berkelahi. Kalaupun ada yang berkelahi, itu dikarenakan oleh minuman saguer (nira aren).

Rata-rata orang Gorontalo mengetahui silat dan punya pisau belati. Moorison juga melaporkan adanya sedekah kepada pembesar.

Tahun 1930-an, terjadi migrasi orang Gorontalo bekerja di Tomini. Dan saat itu, jalan dan jembatan sudah lumayan bagus serta banyak rumah-rumah batu berdiri.
Saat itu pula sudah ada orang Eropa dan China naik haji.

Masyarakat sejak awal membenci hewan babi. Namun orang Eropa, China dan Minahasa lebih suka berburu.

Controleur J.J.F. Pino (tahun 1920) melaporkan bahwa, orang Gorontalo punya kebiasaan tidak membayar hutang. (Basri Amin.2010).

B. Orang Bugis

Peter Theodorus Chasse, menulis memoar kepada penerusnya, Francis Van Bream, tertanggal 14 April 1808.

Orang Bugis secara umum, sedikit kekecualian, mempertahankan dan menghargai watak asli mereka dan sangat arogan. Mereka suka sekali takhayul, mudah tersinggung, tetapi sangat sulit untuk di penuhi tuntunannya.

Mereka ambisius dan menyukai uang, suka berperang, dan secara umum suka intrik. Dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain di timur, mereka memiliki keberanian yang besar, kecuali orang Bugis yang memiliki keberanian sangat kecil jika tdk ada yg dirampas, atau pekerjaan semacam itu lainnya. (Roelof Blok 1817 diterbitkan kembali 2018).

Catatan kolonial ini memuat banyak hal tapi hanya beberapa saya pilih untuk menjadi bahan acuan kita mempelajari watak suku bangsa kita dimasa lampau, dan merekonstruksi relevansinya dgn perilaku kita masa kini.

Tulisan ini bukan bertujuan mengecilkan atau bahkan meremehkan etnis tertentu, tetapi mengajak kita melakukan pembacaan sejarah masa lampau.

Jika perilaku itu hingga kini masih ditemukan, maka itu hal yang wajar sebagai warisan biologis manusia asli yang mendiami Sulawesi, yang umumnya juga menjadi ciri-ciri umum watak etnis-etnia di Nusantara.

Pertanyaannya, apakah pencatatan Pejabat Kolonial itu benar-benar fakta, atau dilatarbelakangi politik penjajahan yg memandang bangsa pribumi sebagai bangsa kelas rendah.

Benar atau tidaknya, sesungguhnya kita bisa melihat dan merasakan karakter dan watak sebagian kecil suku bangsa ini, yang hidup di zaman sekarang nampaknya masih menyimpan ciri khas itu dalam kehidupan sehari-hari. Wassalam..

Tulisan ini penulis kutip dari berbagai catatan buku yang disebutkan dalam isi tulisan ini
Exit mobile version